Sabtu, 28 Juli 2012

0 Armando Mahler


Berkarier 25 tahun lebih di Freeport Indonesia, Armando kini menjadi Presdir. Ditempa sebagai orang lapangan, ia menerapkan prinsip "3M" dan "3 Tangan" dalam memimpin. Apa itu?
Lulus dari Jurusan Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Palembang, pada 1982, Armando Mahler semula hanya ingin bekerja sebagai pegawai Departemen Pertambangan. Ia terpikat menjadi birokrat karena melihat teman-temannya banyak bekerja di kantor Dinas Pertambangan. Armando sama sekali tak tertarik bekerja di tempat lain. Maka, pria kelahiran Palembang, 3 Maret 1955, ini pun memutuskan merantau ke Jakarta dan memasukkan surat lamaran kerja di kantor salah satu direktorat di Departemen Pertambangan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta.
Sembari menunggu panggilan, suatu saat Armando melihat iklan lowongan kerja dari PT Freeport Indonesia di harian Kompas. Ketika itu, Armando tak tahu sama sekali soal Freeport. Namun, karena panggilan tes dari Dep. Pertambangan tak kunjung tiba, ia pun mengirim lamaran ke Freeport. Ternyata dia dipanggil untuk mengikuti tes, dan diterima. Pada 1983 Armando langsung dikirim ke lokasi pertambangan Freeport di Papua untuk menjalani masa pelatihan.
Teman-teman Armando heran dengan keputusannya berangkat ke Papua. "Mereka bilang, untuk apa berangkat ke sana? Bukankah di sana sudah disiapkan peti mati karena lokasi kerjanya sangat jauh, di hutan lebat, dataran tinggi, dan berhawa sangat dingin? "Armando berkisah. Namun, dia tetap nekat berangkat. "Pikiran saya wakti itu, yang namanya mati itu toh bisa di mana saja," kenangnya.
Menjalani pelatihan selama dua tahun, Armando sempat frustasi. Ia digembleng begitu keras untuk menjalankan berbagai pekerjaan lapangan, seperti mengebor, mengangkat peralatan besi, membawa bahan peledak, menjalankan mesin, dan lain-lain. "Saya benar-benar menjadi kuli. Mulai dari tenaga mekanik," ungkap Armando. Pekerjaan itu sangat jauh dari apa yang dibayangkannya. Sewaktu kuliah di Palembang, ia melihat kehidupan insinyur pertambangan yang bekerja di perusahaan migas nasional tampak sejahtera dan terjamin. "Bajunya bersih, mobilnya bagus, dan rumahnya indah," kenang Armando. Hal serupa dilihatnya pada kehidupan insinyur pertambangan yang bekerja di perusahaan pertambangan nasional, tempat ia menjalani kuliah praktek, di Sulawesi Tenggara. "Kerja mereka sepertinya enak, tinggal arahkan sana sini," nilai Armando. Maka, awalnya Armando mengira bekerja di Freeport pun demikian. Nyatanya tidak.
Frustasi karena beratnya latihan, belum sampai tiga bulan di Papua, Armando gelisah ingin kembali ke Jakarta. Kebetulan kala itu ada panggilan tes dari Departemen Pertambangan. Ia merasa pekerjaan yang dilakoninya tak sepadan dengan dengan susahnya meraih gelar insinyur pertambangan. Akan tetapi, setelah menimbang-nimbang, Armando meneguhkan hati untuk bertahan di Papua. Sejak itulah ia merasa, "Rupanya jodoh saya memang di Freeport."

Orang Lapangan

Muluskan karier Armando di Freeport? Tidak juga. Armando bertutur, setelah dua tahun lebih bekerja di Freeport, ia naik jabatan menjadi superviosr, memiliki anak buah dan tanggung jawabnya kian berat. Namin, hingga tuujuh tahun kemudian jabatannya tidak juga naik. Malah ada anak buahnya yang menyusul naik pangkat satu level lebih tinggi. "Mungkin saya tidak dipromosikan karena perusahaan menilai tingkah laku saya masih jelek," ungkap Armando. Ia bercerita, pernah berkelahi dengan salah satu atasannya gara-gara membela rekan kerjanya yang dibentak-bentak atasan karena melakukan kesalahan uang tidak disengaja.
Belajar dari pengalaman itu, Armando mencoba berintropeksi. "Saya harus memperbaiki tingkah laku," katanya. Nasihat dari atasan pun mendorong Armando mengubah perilakunya. Seorang atasannya menasehati, 80% perubahan perilaku ditentukan oleh Armando sendiri, sedangkan 20% sisanya bari dari orang lain. Atasan lainnya menyarankan Armando untuk selalu berpikir dulu sebelum bertindak. "Cara menasihatinya unik. Saya diajak main catur dengna hanya satu langkah setiap hari, dan saya kalah setelah bermain selama sebulan. Dari situ ia mengingatkan untuk selalu berpikir sebelum bertindak," cerita Armando.
Pengalaman kerja bak kuli selama dua tahun memberinya manfaat. "Pengalaman itu menggembleng mental saya menjadi lebih kuat," tegasnya. Bahkan, sebagai orang lapangan, suami Fanny Mahler ini memiliki 70 lisensi atau surat izin mengoperasikan berbagai alat pertambangan dengan satu lisensi berlaku untuk satu alat. Diantaranya lisensi sebagai juru ledak. Tak boleh seseorang menjalankan sebuah alat tambang jika tidak memiliki surat izin. Kalau ketahuan, langsung dipecat. Mungkin tak banyak orang yang memiliki lisensi sebanyak Armando mengingat peraturan untuk memperoleh lisensi itu terbilang ketat dan harus lulus ujian pemerintah. "Hampir semua alat pertambangan saya bsia operasikan. Itu karena saya mau belajar dan mencoba mengoperasikan alat-alat baru," ujarnya.
Namun, prestasi paling membanggakan bagi Armando selama labih dari 25 tahun di Freeport adalah ketika ia dipercaya bekerja di lokasi pertambangan baru Freeport di Grasberg pada tahun 1988. IA ditarik kesana untuk membangun jalan, membersihkan lokasi, dan melakukan drilling and blasting. Armando bangga karena Grasberg yang mulanya masih berupa gunung kini menjadi lokasi tambang open pit yang akan habis pada 2015. "Saya mendapat pengalaman sangat berharga. JArang sekali di Indonesia ada orang yang mendapat kesempatan menambang mulai dari nol sampai menjadi lokasi tambang kelas dunia. Nanti saya sumbangkan pengetahuan ini ke kampus-kampus," kata Armando, yang sampai saat ini masih suka turun langsung ke lapangan.

Prinsip "3M" dan "3 Tangan"

Kini, setelah menjadi CEO, Armando menilai bekerja di lapangan atau di dalam ruangan sebenarnya sama saja. Pasalnya, di lapangan pun ia mengelola tiga hal: Man, Money, and Machine (3M). "Jadi, saat masih di level bawah, saya sudah dilatih tentang dasar-dasar manajemen, yaitu bagaimana mengelola orang, uang, dan mesin," jelasnya. Maka, ketika diserahi tanggung jawab yang lebih besar, Armando mengaku tidak kaget karena sudah memiliki dasar-dasarnya. "Dan, yang lebih penting adalah tidak pesimis dulu dan berani mencoba," tegasnya.
Selain itu, untuk menjawab kepercayaan yang diberikan kepadanya, Armando menerapkan prinsip "3 Tangan", yakni campur tangan, buah tangan, dan suratan tangan. Campur tangan artinya seseorang dalam bekerja membutuhkan bantuan orang banyak, baik secara fisik maupun non-fisik, seperti doa. "Orang tidak bias bekerja sendiri," cetus penyuka film Si Pitung ini. Adapun buah tangan berarti seseorang harus bekerja dengan keras. Sementara itu, suratan tangan adalah hasil dari campur tangan dan buah tangan. Ibarat rapor, jika campur tangan bernilai 9 dan buah tangan bernilai 9, maka rata-rata nilai suratan tangan juga 9. "Jadi, apabila kerja samanya bagus dan bekerja keras, rapornya pasti akan bagus pula," ungkap ayah tiga putri ini.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip itu, bersama 20.000-an karyawannya, Armando berharap di maswa kepemimpinannya Freeport bias memberikan pendapatan yang makin besar untuk negara. Ia lalu memaparkan, sampai September 2007, Freeport biasa memberikan pendapatan yang semakin besar untuk negara. Ia lalu memaparkan, sampai September 2007, Freeport membayar kepada pemerintah senilai hampir US$1,4 miliar (sekitar Rp 12,6 triliun), yakni terdiri dari pajak (US$1 miliar), royalty (US$ 141 juta), dan dividen (US$216 juta). Jumlah ini lebih besar disbanding periode yang sama 2006 yaitu US$1,1 miliar. Freeport juga memberikan kontribusi berupa penciptaan lapangan kerja. "Saya ingin Freeport benar-benar berguna bagi bangsa dan negara," tandas pengagum Panglima Besar Sudirman ini. Di samping itu, Armando juga ingin menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Freeport di Indonesia bisa bekerja dengan tenang, aman, dan hasilnya baik. "Ini mungkin bisa menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia," harapnya.

Nama: Armando Mahler
Tempat, tanggal lahir: Palembang, 3 Maret 1955
Status: Menikah, tiga orang putri
Pendidikan:
Jurusan Pertambangan, Universitas Sriwijaya, Palembang, 1982
Pekerjaan:
* November 2006-sekarang: Presdir dan CEO PT Freeport Indonesia
* Juli 2006-November 2006: Presdir dan GM PT Freeport Indonesia
* 6 Feb 2006-Juni 2006: Deputi Presdir PT Freeport Indonesia
* September 2004-Februari 2006: EVP dan GM PT Freeport Indonesia
* Februari 2002-September 2004: VP Grasberg Mine Service PT Freeport Indonesia
* July 1983-Januari 2002: Manager Grasberg Tambang Terbuka PT Freeport Indonesia

(Sumber : Majalah Warta Ekonomi, 22 Feb 2008)

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Adventure Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates